Menghadapi Tekanan Digital: Menjaga Kesehatan Mental Gen Z di Era Media Sosial
Kesehatan mental kini menjadi salah satu isu paling mendesak bagi Generasi Z, khususnya di Indonesia dan kota Makassar. Di tengah perkembangan teknologi yang pesat, anak muda dihadapkan pada berbagai tantangan dari media sosial, termasuk fenomena Fear of Missing Out (FOMO) dan tekanan untuk menampilkan citra yang sempurna. Meskipun media sosial awalnya bertujuan untuk mempermudah komunikasi, banyak yang kini menganggapnya sebagai sumber stres dan kecemasan.
Di Makassar, tuntutan untuk selalu terhubung dan mengikuti tren terbaru sering kali mengarah pada masalah kesehatan mental. Banyak anak muda merasa perlu menunjukkan kehidupan yang tampak ideal di hadapan publik, mengikuti gaya hidup selebriti digital, dan berpartisipasi dalam perbincangan yang sedang hangat. Kondisi ini menyebabkan kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain, yang bisa memicu rasa rendah diri dan kecemasan.
Tekanan FOMO juga semakin menjadi masalah. Anak muda merasa harus selalu up-to-date dan terlibat dalam setiap tren, meskipun sering kali tidak relevan dengan kehidupan mereka. Di samping itu, cyberbullying menjadi ancaman serius yang merusak harga diri dan kesejahteraan mental. Komentar negatif yang terus menerus dapat menyebabkan isolasi sosial dan perasaan putus asa.
Kehidupan di Makassar membawa tantangan tambahan, di mana Generasi Z harus menyeimbangkan antara mempertahankan identitas budaya lokal dan mengikuti arus globalisasi. Konflik identitas ini, dipadukan dengan stres dari kehidupan perkotaan—seperti kemacetan dan kurangnya ruang terbuka hijau—menambah beban mental mereka.
Meski tantangan ini terlihat besar, banyak langkah yang bisa diambil untuk menjaga kesehatan mental di era digital. Salah satunya adalah menetapkan batas waktu penggunaan media sosial. Terlalu banyak waktu di dunia maya bisa menguras energi mental, sehingga penting untuk mengatur durasi dan lebih fokus pada interaksi langsung. Mengkurasi konten yang dikonsumsi juga sangat penting; dengan menghindari konten negatif dan mengikuti akun yang menyebarkan pesan positif, anak muda dapat mengurangi tekanan yang dirasakan.
Melakukan digital detox secara berkala juga sangat bermanfaat. Mengambil jeda dari perangkat digital memungkinkan anak muda untuk terlibat dalam aktivitas fisik atau sosial yang nyata—seperti berjalan-jalan, menikmati pantai, atau berpartisipasi dalam kegiatan komunitas. Aktivitas ini dapat memberikan kesegaran mental yang sangat dibutuhkan untuk meredakan stres.
Keterlibatan dalam komunitas lokal dapat menjadi solusi efektif lainnya. Berpartisipasi dalam kegiatan seperti olahraga atau seni tidak hanya membantu mereka menemukan teman dengan minat serupa tetapi juga menciptakan rasa dukungan dan solidaritas. Melalui kegiatan ini, anak muda dapat berbagi pengalaman dan saling mendukung dalam menjaga kesehatan mental.
Aktivitas fisik juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan mental. Meskipun ruang terbuka hijau di Makassar terbatas, aktivitas sederhana seperti berjalan kaki atau berolahraga di dalam ruangan dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan suasana hati. Aktivitas fisik merangsang pelepasan endorfin, yang dikenal sebagai hormon kebahagiaan, dan berkontribusi dalam meredakan kecemasan.
Jika langkah-langkah tersebut masih dirasa kurang, penting bagi anak muda untuk mencari bantuan profesional. Di Makassar, terdapat banyak layanan konseling yang dapat diakses secara langsung atau online, memastikan bahwa mereka yang merasa kewalahan dapat dengan mudah mendapatkan dukungan yang diperlukan.
Pada akhirnya, menghadapi tekanan di era digital adalah tantangan nyata bagi Generasi Z. Namun, dengan langkah-langkah yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka dapat menjaga kesehatan mental dan menjalani hidup yang lebih seimbang. Kesehatan mental adalah investasi penting untuk masa depan yang lebih baik, baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan.